Beliau menjalankan tiga
tugas utama :
• Tilawah, membacakan ayat-ayat Allah. Memperkenalkan kepada orang-orang tentang adanya petunjuk 'langit' dan meyakinkan mereka tentang kebanaran ayat-ayat 'langit' itu.
• Tazkiyah, mensucikan jiwa pengikutnya. Tanpa kesucian jiwa maka makna ayat-ayat yang dibacakan tak akan terpahami dengan baik, tak juga ayat-ayat itu terasakan sebagai penggerak yang memotivasi orang untuk mengamalkannya.
• Ta'lim, mengajarkan ketentuan-ketentuan Allah (hukum, kitab) juga tujuan dan manfaat dari ketentuan-ketentuan tersebut (hikmah) serta apa-apa yang belum diketahui umat.
Sekarang ini fungsi tilawah telah banyak tergantikan oleh berbagai media. Kalau dulu hanya dibacakan oleh orang, sekarang ayat-ayat telah dibukukan, dikasetkan, di-CD/VCD-kan, di-digital-kan. Orang dapat mengaksesnya secara langsung. Untuk membacanya pun sudah banyak tersedia kursus-kursus yang dapat melatihkannya dengan berbagai metode yang sangat cepat.
Fungsi ta'lim masih berjalan terus, bahkan makin banyak ustadz yang memimpin majlis-majlis ta'lim, baik langsung maupun menggunakan fasilitas distance learning melalui radio, tv dan internet.
Yang jadi masalah adalah fungsi tazkiyah. Rasulullah s.a.w. mentazkiyah jiwa para sahabat sebelum menta'lim mereka. Jiwa para sahabat sudah tersucikan lebih dulu sebelum mendapatkan ta'lim. Tapi siapa yang mentazkiyah diri kita saat ini?
Untuk tilawah kita dapat menggunakan berbagai multi media ayat yang banyak tersebar dengan harga murah. Untuk ta'lim kita dapat mendatangi majlis ta'lim, halaqah, liqa' dan mabit; menjumpai para ustadz dan murabbi. Tapi semua itu kita lakukan dengan qalbu yang kotor karena tidak mengalami tazkiyah lebih dulu.
Adakah para ustadz/kyai itu dapat mentazkiyah jiwa kita?
• Tilawah, membacakan ayat-ayat Allah. Memperkenalkan kepada orang-orang tentang adanya petunjuk 'langit' dan meyakinkan mereka tentang kebanaran ayat-ayat 'langit' itu.
• Tazkiyah, mensucikan jiwa pengikutnya. Tanpa kesucian jiwa maka makna ayat-ayat yang dibacakan tak akan terpahami dengan baik, tak juga ayat-ayat itu terasakan sebagai penggerak yang memotivasi orang untuk mengamalkannya.
• Ta'lim, mengajarkan ketentuan-ketentuan Allah (hukum, kitab) juga tujuan dan manfaat dari ketentuan-ketentuan tersebut (hikmah) serta apa-apa yang belum diketahui umat.
Sekarang ini fungsi tilawah telah banyak tergantikan oleh berbagai media. Kalau dulu hanya dibacakan oleh orang, sekarang ayat-ayat telah dibukukan, dikasetkan, di-CD/VCD-kan, di-digital-kan. Orang dapat mengaksesnya secara langsung. Untuk membacanya pun sudah banyak tersedia kursus-kursus yang dapat melatihkannya dengan berbagai metode yang sangat cepat.
Fungsi ta'lim masih berjalan terus, bahkan makin banyak ustadz yang memimpin majlis-majlis ta'lim, baik langsung maupun menggunakan fasilitas distance learning melalui radio, tv dan internet.
Yang jadi masalah adalah fungsi tazkiyah. Rasulullah s.a.w. mentazkiyah jiwa para sahabat sebelum menta'lim mereka. Jiwa para sahabat sudah tersucikan lebih dulu sebelum mendapatkan ta'lim. Tapi siapa yang mentazkiyah diri kita saat ini?
Untuk tilawah kita dapat menggunakan berbagai multi media ayat yang banyak tersebar dengan harga murah. Untuk ta'lim kita dapat mendatangi majlis ta'lim, halaqah, liqa' dan mabit; menjumpai para ustadz dan murabbi. Tapi semua itu kita lakukan dengan qalbu yang kotor karena tidak mengalami tazkiyah lebih dulu.
Adakah para ustadz/kyai itu dapat mentazkiyah jiwa kita?
Apakah para murabbi kita juga sudah
tersucikan jiwanya sehingga mampu mentazkiyah kita?
Rasulullah s.a.w. mendapatkan
tilawah, tazkiyah dan ta'lim dari malaikat Jibril. Para sahabat mendapatkannya
dari Rasululllah s.a.w. Para tabi'in dari para sahabat...begitu seterusnya.
Tapi lagi-lagi, siapa yang mentazkiyah kita saat ini?
Masukilah rumah lewat pintunya. Pelajarilah agama melalui sumbernya. Seraplah cahaya Ilahiah melalui salurannya. Mursyid itu perlu... Kita tidak akan pandai tanpa guru (bukankah dikatakan, siapa yang belajar tanpa guru maka gurunya adalah setan...). Jiwa takkan terbersihkan tanpa ada yang men-tazkiyah-nya.
Tentu jangan sembarang orang kita jadikan mursyid. Bagaimana ia akan men-tazkiyah diri kita kalau dia pun belum tersucikan jiwanya. Carilah mursyid yang berkualifikasi wali. Bukan wali murid atau wali nikah, tapi wali Allah...
Sesungguhnya orang-orang
yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya,
Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat-Nya bertambah kuat imannya dan mereka
hanya kepada Allah saja
berserah diri” (QS. Al Anfal ayat 2).Tapi lagi-lagi, siapa yang mentazkiyah kita saat ini?
Masukilah rumah lewat pintunya. Pelajarilah agama melalui sumbernya. Seraplah cahaya Ilahiah melalui salurannya. Mursyid itu perlu... Kita tidak akan pandai tanpa guru (bukankah dikatakan, siapa yang belajar tanpa guru maka gurunya adalah setan...). Jiwa takkan terbersihkan tanpa ada yang men-tazkiyah-nya.
Tentu jangan sembarang orang kita jadikan mursyid. Bagaimana ia akan men-tazkiyah diri kita kalau dia pun belum tersucikan jiwanya. Carilah mursyid yang berkualifikasi wali. Bukan wali murid atau wali nikah, tapi wali Allah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar